Minggu, 28 Desember 2008

DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN

A DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN

Rata Penuh1. Dimensi Keindividualan
Manusia sebagai makhluk individual dimaksudkan sebagai orang seorang yang utuh (individual; in-devide: tidak terbagi) yang terjadi dari kesatuan pisik dan psikis. Keberadaan manusia sebagai individual bersifat unik (unique), artinya berbeda antara satu dari yang lainnya.
Demikian juga manusia memiliki prasaan, pikiran, kata hati dan unsur psikis lainnya, namun tidak ada dua manusia yang persis sama di muka bumi ini, karena setiap orang kelak akan diminta pertanggungjawaban, atas sikap dan perilakunya.
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perujudan individualitas manusia. Kesadaran terhadap diri sendiri mencakup pengertian yang sangat luas, diantaranya, kesadaran akan adanya diri diantara realita, self respect, self narcisme, egoisme, mertabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan orang lain dan kesadaran terhadap potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar dari self realisasi.
Manusia sebagai individu memiliki hak sebagai kodrat alami atau sebagai anugrah Tuhan kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak memiliki. Konsekuensi dari adanya hak, maka manusiapun menyadari kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab sosial dan tanggung jawab moral.
Manusia memerlukan perawatan dan pendidikan dari manusia lain di lingkungannya. Ketergantungannya terhadap orang lain yang disebut sebagai pendidik adalah dalam proses pembinaannya untuk dapat mandiri. Langeveld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantun guntuk memberikan perlindungan dan bimbingan.
Fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya, atau menemukan kedirinya sendiri.
Pemahaman pendidik yang tepat terhadap karakteristik peserta didiknya secara individual sangat diperlukan dalam proses pendidikan. Individu memiliki latar belakang dan kebutuhan yang berbeda yang menuntut pelayanan pendidikan yang berbeda juga. Suasana pendidikan yang kondusif yang menyenangkan, yang merangsang rasa ingin tahu yan glebih kuat, memungkinkan peserta didik merasa bergairah, memiliki percaya diri yang positif dan dapat mengembangkan kretivitasnya secara optimal. Oleh sebab itu seorang pendidik harus mampu menciptakan dan memelihara suasana tersebut dengan memilih dan mevariasikan pendekatan pelajarannya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pelayanan pendidikan yang tepat tentu akan melahirkan individu-individy yang memiliki kepribadian yang mantap.

2. Dimensi Kesosialan
Seorang akan menemukan “akunya”, manakala berada di tengah aku yang lain. Artinya manusia tidak akan mengenali dirinya dan dapat meujudkan potensinya sebelum dia berinteraksi dengan manusia yang lain. Manusia adalah makhluk sosial sekaligus adalah juga makhluk individual.
Perujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tidak ada manusia yang mampu hidup sebagai manusia tanpa adanya bantuan dari orang lain. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam suasana interdependensi, dalam antar hubungan dan antaraksi. Semakin lama, ia akan memerlukan lingkup sosial yang lebih luas untuk meujudkan eksistensi dirinya. Dalam kehidupan manusia selanjutnya, manusia berada dalam satu kesatuan hidup, misalnya warga kampung, warga kampus, warga suatu kelompok kebudayaan dan lainnya.
Tidak dapat dibayangkan andaikan manusia sehari saja tanpa ada interaksi dengan manusia lain di lingkungannya. Mungkin dari kebutuhan pisik seorang dapat memenuhinya sendiri, tetapi kepuasan batin tidak diperolehnya. Karena bagaimanapun ia memerlukan adanya orang lain untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya. Secara psikologis setiap orang memiliki dorongan cinta dan dicintai, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan rohaniah.
Hidup dalam antar ahubungan antaraksi dan interdependensi mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik yang bersifat positif maupun negatif. Idealnya dalam kehidupan sosial itu tercinta suasana yang harmonis, rukun dan damai. Namun suasana sebalinya dapat pula terjadi.
Kehidupan sosial adalah realita dimana individu tidak menonjolkan idetitasnya. Yang tmapak kepermukaan sebagai ujud kebersamaan adalah identitas sosial yang pluralistis. Individualitas manusia tidak bertentangan dengan wujud sosialitasnya. Dalam kehidupan manusi aindividualitas selanjutnya akan mberkembang menjadi sosialitas. Hal ini dapat dilihat pada mulai bayi dan kanak=kanak bersifat egicentris, namun memasuki masa kanak-kanak sifat tersebut mulai berkurang dan berganti dengan adanya kebutuhan untuk diterima dan menerima orang lain sebagia bagian dalam kehidupannya. Esensi manusia sebagai makhluk sosial adalah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama, serta tanggung jawabnya dalam kebersamaan tersebut.
Untuk mengembangkan potensi sosialitas pada diri peserta didik, idealnya pendidik menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan terjalinnya interaksi dan interdependesi siswa. Komunikasi yang teraktif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa membuka peluang bagi siswa untuk lebih banyak belajar peristiwa sosial tersebut. Penggunaan metode diskusi misalnya, dapat mendorong terciptanya suasana kebersamaan antara siswa, bersifat terbuka dan menghargai perbedaan pendapat sesama anggota kelompoknya.

3. Dimensi Kesusilaan
Dalam pergaulan sosial manusia diikat oleh nilai-nilai tertentu yang menjadi patokan/ ukuran bahwa suatu prilaku dianggap baik atau buruk. Istilah susila berasal dari dua kata, yaitu su berarti baik dan sila berarti dasar. Jadi kesusliaan merupakan ukuran baik dan buruk.
Persoalan kesusilaan berhubungan dengan nilai-nilai. Driyarkara memandang bahwa manusia susila adalah manusia yang memiliki nilai-nilai menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatannya. Nilai-nilai merupakan suatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna keluhuruan, kebaikan dan kemuliaan. Nilai dapat dibedakan atas nilai otonom, yaitu yang dimiliki/ dianut oleh orang perorangan, nilai teonom yaitu nilai keagamaan yang berasal dari pencinta alam semesta ini.
Orang yang memiliki kecerdakan akal budi sehingga mampu menganalisis dan membedakan yang baik dan buruk, salah atau benar disebut memiliki kata hati yang tajam. Kata hati yang tajam perlu diasah melalui pendidikan yang dilakukan sejak dini.
Peserta didik harus memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai dalam kehidupan dan mengternalisasikannya. Pendidik tertentu pula memberikan contoh dan dengan kesabaran mengarahkan perilaku peserta didiknya pada nilai-nilai yang dianut. Menanamkan kesadaran bagi peserta didik terhadap kewajibannya sebagai anggota masyarakat di samping mengetahui juga haknya secara individual.

4. Dimensi Keberagaman
Manusia adalah makhluk yang religius, yang mengakui bahwa da suatu zat yang mengasai alam beserta isinya, yang dipuja dan disembahnya yang disebut “llah” yaitu Tuhan. Manusia pada dasarny atunduk dan patuh kepada Tuhan, kepada ajaran-ajaran yang disampaikan melalui kitab suci-Nya. Islam dikatan pada saat roh ditiupkan ke rahim Ibu maka pada saat itu ia berjanji akan menghambakan diri kepada-Nya. Lalu kesempata berada di permukaan bumi ini adalah untuk membuktikan janjinya. Allah berfirman bahwa tidaklah diakui seseorang itu beriman sebelum keimanannya diuji selama berada di muka bumi.
Manusia memerlukan agama untuk keselaman hidupnya kini dan untuk masa yang akan datang. Agama merupakan sandara vertikal dalam kehidupan mansuai. Agar manusia menjadi makhluk yang tunduk dan patuh pada Tuhannya, maka perlu diberikan pendidikan agama sejak dini. Penanggung jawab utama dna pertama dalam pendidikan agama ini adalah orang tua. Pada mulanya anak akan meniru-niru perilaku orang tuanya dalam menjalankan agama, kemudian secara perlahan orang tua perlu memberikan pemahaman tentang peranan agama dalam kehidupan manusia.
Pendidikan agama tidak hanya tanggung jawab guru agama, tetapi merupakan tanggung jawab semua guru di sekolah dan tanggung jawab setiap orang untuk saling menasehati pada kebenaran terhadap sesamanya.

B. Pengembangan Dimensi-Dimensi Kemanusiaan
Manusia secara individual terlahir ke muka bumi dengan segenap potensinya untuk berkembang. Potensi tersebut tidak dengan sendirinya akan terujud. Artinya diperlukan upaya dari manusia lain untuk merangsang agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Agar potensi yang dimiliki manusi aberkembang optimal maka manusia memerlukan orang lain dalam kehidupannya melalui proses sosialisasi. Tidak ada manusia yang maju dan berhasil tanpa bergaul dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Oleh sebab itu setiap individu harus mampu hidup dan menunjukkan kediriannya di tengah-tengah pergaulan sosialnya dan mampu menerima keberadaan orang lain dalam dirinya.
Individualitas manusia dapat diujudkan melalui interaksi sosialnya dengan manusia yang ada di lingkungannya. Dalam berinteraksi tersebut ada sejumlah nilai-nilai yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh manusia sehingga tidak terjadi benturan antara kepentingan hidup manusia sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial.
Manusia terdiri dari aspek jasmani dan rohaniah manusia memerlukan sandaran vertikal dalam kehidupannya. Terbinanya hubungan vertikal dengan Tuhan yang Maha Kuasa dapat membuat jiwa manusia menjadi tenang. Hubungan tersebut dapat dibina melalui kepatuhan manusia pada ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Tuhannya.
Pendidikan yang diberikan harus dapat mengembangkan keempat dimensi kemanusiaan itu secara seimbang. Potensi jasmaniah dan rohaniah manusia harus mendapatkan pelayanan yang seimbang.
Potensi individual peserta didik dikembangkan dengan tidak mengabaikan dimensi kehidupan sebagai makhluk sosial. Setiap peserta didik dengan potensi yang dimilikinya harus mampu hidup di tengah masyarakatnya dengan memperhatikan dan mengamalkan nilai-nilai susila dan agama yang dianut. Jika salah satu dimensi dari kehidupan manusia terabaikan dalam proses pengembangannya maka dinyakini bahwa hal tersebut akan menimbulkan masalah baik dalam kehidupan manusia secara individual maupun sosial, baik dalam kehidupannya secara horizontol maupun vertikal.

C. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya
Pencasila sebagai pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara menempatkan manusia dalam keseluruhan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar