Minggu, 28 Desember 2008

MUAMALLAH

PENGERTIAN MUAMALLAH
1. Muamallah Merupakan Wujud Kerjasama Antara Sesama Manusia
Agama Islam merupakan suatu kesatuan keyakinan dan ketentuan illahi yang mengatur kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dalam hubungannya dengan manusia serta hubungan manusia dengan alam lainnya. Secara garis besar ajaran Islam terdiri dari Akidah, Hukum (Syariah) dan akhlak.
Antara ketiga pokok ajaran Islam tersebut di atas terdapat suatu jalinan yang snagat erat, bahkan ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Iman seseorang diukur dan dibuktikan dengan sejauh mana ia menjalankan ajaran-ajaran agama Islam. Orang yang mengaku beriman, padahal tidak mengikuti perintah-perintahnya belum dapat disebut beriman.
Dan mereka berkata : “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.
(An Nuur : 47)

Hukum (Syariat) Islam merupakan dasar hukum baik mengenai ibadat maupun mengenai hidup kemasyarakatan. Yang pertama disebut ibadah dan yang kedua disebut muamalah. Antara keduanya terdapat suatu kaitan yang sangat erat. Sebagaimana halnya antara kaidah syariah dan ibadah serta muamalah yang kesemuanya itu tidak dapat dipisah-pisahkan.
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia-manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
(Ali Imran : 112)

Tugas pokok umat Islam adalah menegakkan kebaikan, menolak maksiat dalam pribadi-pribadi atau yang mungkin terjadi di antara mereka dengan tetangganya, dan umat Islam dengan orang kafir, mencegah penganiayaan, mempertahankan hak, melakukan kebajikan, menciptakan perdamaian dan ketentraman, semua itu (dalam ajaran Islam) disebut dengan Muamalah.
Ibadah bukan dimaksudkan sebagai suatu penyembahan saja, tetapi bertujuan untuk mendekatkan diri mengadakan hubungan serasi dan selaras dengan Allah SWT (taqarrub kepada Allah). Dengan taqarrub kepada Allah SWT, hati manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih dan suci. Hati yang suci mengacu pada budi pekerti yang baik dan luhur dalam hubungan dengan sesama manusia. Karena itu hubungan manusia yang serasi dan selaras dengan Allah SWT, akan mengacu kepada hubungan yang serasi dan selaras dengan sesama manusia dan masyarakat. Ibadah di samping memperkuat jiwa juga memperkuat moral, jiwa yang kuat dan bersih serta moral yang kuat dan tinggi merupakan penangkal bagi perbuatan-perbuatan tidak terpuji.
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
(Al Ankabut : 45)

Salat yang tidak mencegah pelakunya dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar bukanlah salat (Hadist).


Bukan hanya shalat yang berkaitan dengan nilai-nilai moral dan kehidupan masyarakat, tetapi puasa, zakat dan haji pun demikian. Ayat Al-Quran dan nash hadist banyak menyebutkan hubungan antara bentuk-bentuk ibadah yang disebut di atas dengan nilai-nilai moral dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Syariat itu bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist. Dalam Al-Quran banyak ayat-ayat yang mengandung dasar hukum, baik mengenai ibadah amupun mengenai hidup kemasyarakatan (muamalah). Dalam Islam dapat dijumpai ajaran-ajaran yang mengandung masalah kekeluargaan, perekonomian, kriminalitas, kerukunan hidup umat beragama, pengadilan dan kenegaraan. Semuanya itu menggambarkan ajaran yang mengatur kerjasama antara sesama manusia.
Ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan masalah-masalah muamalah hanya merupakan garis-garis besar saja. Hal ini disebabkan karena masyarakat bersifat dinamis, mengalami perubahan dari masa ke mas. Dasar inilah yang wajib dipegang dalam mengarungi kehidupan bermasyarakat, di segala tempat dan pada semua masa.

2. Muamalah dalam Kelestarian dan Pemanfaatan Alam
Alam raya yang indah dan megah merupakan karunia Allah SWT, bagi umat manusia, di dalamnya terdapat sumber-sumber alam yang sangat potensial bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Alam raya ini diciptakan Allah SWT, dengan sebenarnya. Oleh karena itu alam ini mengandung suatu keteraturan secara harmonis. Ia diciptakan untuk keperluan manusia, manusia memanfaatkannya sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri.
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar.
(AL An’Am : 73)


Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(Al Furqoon : 2)


Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan (untuk kepentingan) mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.
(Lukman : 20)

Keteraturan alam itu adalah atas kehendak dan kekuasaan Maha Pencipta yaitu Allah SWT. Keteraturan alam itu merupakan hukum alam dan disebut dengan Sunnatullah. Manusia dengan fitrahnya tidak terlepas dari sunnatullah. Manusia secara fisik tunduk pada sunnatullah. Dengan demikian hukum-hukum alam adalah juga suatu bentuk syariah, syariah kauniyah (hukum alam). Syariah dan hukum alam itu tentu saja tidak bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah SWT. Yang pertama mengatur fitrah dan prilaku manusia dan yang kedua mengatur kehidupan lahiriyah. Secara bersamaan keduanya mengatur kesatuan lahir dan batin manusia.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa alam diciptakan agar dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Namun begitu, sebagai makhluk tertinggi, manusia diberi tugas pula untuk memakmurkan alam, sebagaimana ayat Al-Quran menyebutkan :
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.
(Huud : 61)

Karena itu masalah-masalah yang berhubungan dengan pemanfaatan alam merupakan tanggung jawab manusia. Dalam pemanfaatan alam itu terkait pula dengan masalah hubungan manusia dengan manusia lainnya, maka pemanfaatan dan pelestarian alam juga merupakan bagian dari manusia.
Dalam mewujudkan keserasian antara pola kehidupan bermasyarakat dengan hukum alam akan melahirkan kebaikan bagi manusia. Keserasian antara keduanya akan menimbulkan keserasian tindakan manusia dengan dinamika alam yang berbentuk sunnatullah itu. Andaikata manusia tidak mengikuti syariat Islam yang dimaksudkan, bukan saja hubungan bermasyarakat yang akan rusak, alampun akan mengalami kerusakan pula.
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya.
(Al Mu’minuun : 71)

Bertolak dari ayat di atas jelaslah bahwa ajaran agama sangat sejalan dengan hukum alam. Keduanya merupakan dasar kemaslahatan dunia dan akhirat. Apabila ia menyimpang dari dasar itu akan mengakibatkan terjadinya bermacam-macam konflik antara alam dan manusia. Demikianlah orang yang mengikuti hawa nafsunya yang tidak ditopang syariah agama.
Adalah hak manusia untuk berusaha dan memperoleh bagiannya dari rezki dunia ini. Sumber-sumber alam dapat dimanfaatkan dengan bebas sejauh ia memerlukannya. Namun karena semua orang akan merasa bebas mengambil faedahnya, maka kemerdekaan manusia itu diatur dalam syariat agama. Sebab kemerdekaan itu bila diikuti dengan hawa nafsu dan keinginan tak terbatas akan mengancam kemaslahatan bersama dan menimbulkan kekacauan. Untuk itulah diperlukan suatu syariat yang berkenaan dengan pemanfaatan alam.
Ajaran-ajaran dasar Islam tentang kehidupan bermasyarakat tidak dapat dipisahkan dari proses pemanfaatan dan upaya pelestarian alam karena sebagaimana telah disebutkan di atas hal itu juga termasuk dalam bidang muamalah.

3. Muamalah Sebagai Ibadah
Sebagaimana halnya ibadah, muamalah pun cerminan Iman seseorang. Syariat Islam yang berkenaan dengan muamalah ini dimaksudkan untuk perbaikan kondisi, kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat yang diridhai Allah SWT. Karena ia merupakan cerminan iman, maka ia harus didasarkan pada keyakinan dan penyerahan diri kepada-Nya serta dimaksudkan untuk memperoleh keridhaan dan rahmat-Nya.
Keridhaan Tuhan merupakan tujuan tertinggi dan mulia umat manusia. Dengan perbaikan kondisi itu kemungkinan peningkatan moral yang bebas dari segala noda egoisme, kesukuan dan kefanatikan dapat dilakukan. Bertolak dari akidah Islam tersebut, manusia berarti telah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Orang yang dasar akidahnya kuat akan memandang dan memperlakukannya alam sesuai dengan kodrat yang telah diterapkan Tuhan. Sejalan dengan itu Islam sangat menetang adanya perbedaan sosial, seperti kasta, kebangsawanan dan perbudakan serta penuhanan alam.
Keluar dari syariat Islam, merupakan suatu tindak kejahatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Seorang yang memperhamba dan menindas manusia seperti seorang tiran atau diktator dan orang yang memperlakukan alam tidak pada tempatnya, adalah seorang yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Karena berarti ia sudah tidak menempatkan manusia sebagai manusia atau tidak menganggap alam sebagai sesuatu yang lebih rendah. Penyimpangan-penyimpangan, selalu disebabkan suatu motif yang berpangkal dari hawa nafsu yang selalu mendorong kepada kejahatan. Tindakan itu bukan saja akan mendatangkan kerusakan lingkunagn sosial dan lingkungan alam, tetapi juga mendatangkan kerugian bagi pelaku-pelakunya.


Sesuai dengan Firman Allah :
Katakanlah : “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi poerbuatannya?”

Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan kufur terhadap (perjumpaan dengan Dia), maha hapuslah amalan-amalan merteka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
Demikialna balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.
( Kahfi : 103-106)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahawa maslaah muamalah tidka bisa dipisahkan dari masalah keimanan dan ibadah. Memang banyak ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan kebenaran kesimpulan ini. Ia termasuk dalam bidang syariah. Dalam hal ini, seseorang akan mendapat balasan sesuai dengan baik buruknya muamalah orang itu. Sebagaimana disebut dalam Al-Quran.

Barang siapa mengerjakan amalan saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.
(An Nahl : 97)


Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik.
(Al Kahfi : 30)


Karena muamalah seorang muslim juga didasarkan pada keyakinan kepada Allah SWT dan dimaksudkan sebagai usaha mengejar keridhaan Allah SWT maka muamalah dapat dimasukkan sebagai ibadah dalam pengertian luas, hal ini senapas dengan Firman Tuhan :

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(A Zariat : 56)


Katakanlah : “Sesungguhnya salatku ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah. Tuhan semesta alam.
(Al An’Am : 162)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar